Demokrasi yang tumbuh setelah reformasi dan gaduh dengan
banyak isu tidak memunculkan mimpi tentang Indonesia. Upaya mencari pemimpin
dalam pemilihan umum juga kerap tejebak dalam pesona pribadi kandidat tanpa
tahu apa mimpi mereka tentang Indonesia.
Demikian salah satu topic bahasan diskusi Lingkar Muda
Indonesia dengan tema “Pemimpin yang Menyelesaikan Masalah” di Bentera Budaya
Jakarta, Kamis (12/9). Hadir sebagai pembicara peneliti senior Pusat Peneliti
Politik, LIPI Syamsuddin Haris, Ketua Forum Studi Kebudayaan Fakultas Seni Rupa
dan Desain ITB Acep Iwan Saidi, Deputi Peneliti dan Basis Data Penelitian dan
Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM Rimawan
Pradiptyo, serta peneliti Institute for Strategic Analysis Lucky D Djani.
“Sekarang yang ada kita terpesona pada personalitas. Tidak pernah
kita bertanya mimpi para kandidat. Kita belum menentukan ke mana arah mimpi
kita tentang Indonesia,” ujar Lucky. Syamsuddin menambahkan, tidak hadirnya
mimpi tentang Indonesia karena skema pemilu tidak membuka mekanisme bagi public
menguji mereka. Salah satu mimpi yang tidak muncul adalah soal kekayaan sumber
daya alam Indonesia yang dikuasai Asing.
“Belum satupun pemimpin punya mimpi jelas soal ini. Apakah akan
dirasionalisasi atau mengambil langkah radikal. Yang jelas, bukn suatu langkah
biasa-biasa saja,” ujarmya. Kritik disampaikan juga kepada kandidat yang dari
hasil survey tinggi elektabilitasnya tetapi selalu bilang “tidak mikir” ketika ditanya pencalonannya. Mengenai
konvensi, apresiasi diberikan. Kritik diberikan untuk potensi konvensi jadi
semacam kontes pencarian bakat. Anggota komite konvensi, Efendi Gazali, yang
hadir sebagai peserta diskusi, diberi “tugas” untuk meminimalkan potensi ini.